Diduga Korban Reksadana PT.Minna Padi Aset Manajemen Asal Batam Minta Kejelasan OJK
Jakarta // Para korban kasus reksadana PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) yang datang dari Batam, Kepulauan Riau, kembali mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Soemitro Djojohadikusmo, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat untuk meminta penjelasan OJK terkait penyelesaian kasus reksadana Minna Padi senilai Rp 30 miliar, Sabtu 12 Agustus 2023.
Kedatangan para korban ke OJK didampingi oleh kuasa hukumnya dari LQ Indonesia Law Firm. Mereka mempertanyakan peran dan tanggungjawab OJK selalu regulator karena OJK wajib memberi perlindungan hukum terhadap para korban sekaligus memberikan solusi terhadap kerugian yang dialami para korban Minna Padi.
"Hari ini kami datang untuk audiensi dengan pihak OJK untuk meminta penjelasan kepada OJK mengapa sampai hari ini kasus Minna Padi lambat dan hampir tidak ada kejelasan" ujar Pestauli Saragih SH, MH selaku kuasa hukum para porban di kantor OJK di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Sebelumnya pada bulan Juli lalu para korban datang ramai ramai ke Bareskrim Mabes Polri di Jakarta untuk mempertanyakan laporan mereka di Bareskrim Polri dan diterima beraudiensi dengan penyidik yang menangani kasus Minna Padi dan ternyata kasus Minna Padi masih tahap penyelidikan dan OJK juga belum memberikan keterangan di hadapan penyidik terkait kasus reksadana Minna Padi.
La Ode Surya Alirman, SH dari LQ Indonesia Law Firm yang juga ikut mendampingi para korban mengatakan bahwa OJK terkesan tidak tegas dan lambat bertindak dalam perkara Minna Padi ini. "OJK ini kan lembaga pemerintah, tapi kok tidak tegas, bayangkan sudah nyaris empat tahun kasus ini diduga tidak ada kepastian hukumnya". Dalam audiensi tersebut ternyata OJK sempat bingung menafsirkan beberapa peraturan padahal mereka sendiri yang membuat peraturan tersebut. "ini kan aneh, masa sekelas OJK tidak punya tim hukum yang ahli membuat peraturan" ujar La Ode.
Harapan para korban Minna Padi tidak muluk muluk yaitu Minna Padi segara bertanggungjawab mengganti seluruh kerugian yang diderita para korban karena uang disinyalir sudah diinvestasikan ke reksana Minna Padi Aset Manajemen adalah uang dari hasil kerja keras para korban sehingga Minna Padi harus mengembalikan seluruh kerugian para korban yang jumlahnya miliaran rupiah.
Dalam pertemuan tersebut salah satu korban yang datang dari Batam, yaitu Jeono juga ikut bersuara mengatakan bahwa sebelumnya OJK telah membekukan atau membubarkan beberapa jenis reksadana MPAM karena ada indikasi pelanggaran.
"menurut peraturan OJK jika Minna Padi bersalah maka harus mengembalikan kerugian para nasabah. Berdasarkan peraturan ini kami mohon dengan hormat agar OJK menjalankan peraturan tersebut dengan sungguh sungguh dan meminta agar pihak Minna Padi mengganti semua kerugian para nasabah." ujar Jeono.
Kasus reksadana Minna Padi Aset Manajemen diduga terindikasi melanggar Pasal 372 dan 378 KUHP serta Pasal 9 Juncto Pasal 62 Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan/atau pasal 3,4,5 UU No 8 tentang TPPU sehingga dalam kesempatan tersebut Advokat Priyono Adi Nugroho SPd SH MH MPd, MTh, CLMC yang juga dari LQ Indonesia Law Firm mengatakan bahwa MPAM tidak bisa menghindar dari tuntutan hukum karena ada juga peraturan OJK yang mengatur mengenai produk reksana yaitu POJK No. 23 /POJK.04/2016 tentang Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif sehingga tidak ada alasan bagi Minna Padi untuk menunda nunda penggantian kerugian kepada para korban.
Priyono Adi Nugroho juga mengingatkan agar Masyarakat/ korban yang merasa dirugikan Minna Padi bisa memberikan kuasa pendampingan dalam jalur pidana untuk itu bisa menghubungi hotline LQ Indonesia Law Firm di nomor 0817-489-0999 (Jabodetabek), 0817-999-489 (Luar Jawa), 0818-0454-4489.
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. (*/LQ Indonesia Lawfirm)
Post a Comment