Sering Alami Krisis, Indonesia Tetap Kuat dan Terus Bertahan
Asvi Warman Adam bicara dalam diskusi Hati Pena, yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA yang diketuai Denny JA. Diskusi daring itu dipandu oleh oleh Elza Peldi Taher dan Swary Utami Dewi.
Dalam diskusi bertema Indonesia pasca drama pergantian presiden itu, Asvi Warman Adam ditanyai oleh peserta tentang prospek Indonesia ke depan di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Intinya, ada kecemasan tentang masa depan Indonesia, jika Prabowo Subianto karena satu dan lain hal tak bisa meneruskan menjabat sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka harus menggantikan sebagai Presiden.
Ada juga peserta diskusi yang bertanya terkait ramalan Jayabaya tentang masa depan Indonesia. Menurut klaim si penanya, berdasarkan ramalan Jayabaya itu Indonesia akan memasuki zaman yang suram.
Asvi menjawab bahwa sebagai sejarawan, ia sebenarnya lebih banyak meneliti tentang masa lalu ketimbang bicara tentang masa depan.
Tentang ramalan Jayabaya, menurut Asvi, banyak dari ramalan itu yang dicocok-cocokkan dengan kondisi nyata faktual. Misalnya, soal Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Itu klaim yang harus dipertanyakan kebenarannya.
Melihat ke belakang, Asvi mengatakan bahwa meski menghadapi banyak cobaan dan tantangan, Indonesia terbukti beberapa kali mengalami “keajaiban” dan bisa bertahan.
Pertama, ketika memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Waktu itu bangsa yang baru berdiri itu dalam kondisi tak punya apa-apa dan tanpa persiapan. Tetapi ternyata Republik Indonesia bertahan, tegas Asvi.
Kedua, ketika Orde Baru runtuh oleh gerakan reformasi pada 1998. Pada waktu itu Indonesia dilanda berbagai krisis yang parah. Tetapi ternyata Indonesia juga mampu pulih dan melewati krisis-krisis itu, sambung Asvi.
Pada kesempatan itu, Asvi juga sempat menggarisbawahi pentingnya mencermati rekam jejak seorang pemimpin.
Ini terkait dengan langkah-langkah dan manuver politik Presiden Jokowi, menjelang akhir masa jabatannya, yang di luar dugaan dan membuat banyak orang tercengang.
Oleh karena itu, Asvi mendorong segera diadakan undang-undang kepresidenan untuk menegaskan bahwa kekuasaan seorang presiden itu ada batas-batasnya.
“Seorang presiden hanya bisa memimpin untuk dua kali masa jabatan. Jadi tidak ada lagi yang berpikir untuk tiga kali masa jabatan, atau memperpanjang masa jabatannya,” ujar Asvi.(Rls)
Post a Comment