Dominasi kepentingan elit dalam pengambilan keputusan UU penambahan masa jabatan kepala desa
Masa jabatan kepala desa adalah delapan tahun, dan undang-undang penipuan disahkan pada tahun 2014. Hal ini kontroversial mengingat urgensi dan pentingnya masyarakat untuk mengesahkan undang-undang ini. Sebelum undang-undang tersebut disahkan, ribuan pemimpin desa berkumpul di depan gedung pemerintahan DPR RI untuk menuntut perpanjangan masa jabatan.
Hal ini menunjukkan adanya tekanan dari bawah, dan para elite politik termasuk Joko Widodo dan anggota partai DPR merespons dan menyetujui perubahan undang-undang tersebut. Mohammad Toha, anggota Fraksi PKB di DPR, mengatakan panitianya telah mengajukan amandemen kepada Menteri Dalam Negeri, yang menurutnya menunjukkan adanya dukungan politik terhadap perubahan tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa keputusan ini tidak hanya didasarkan pada kebutuhan lokal tetapi juga pada strategi politik elit untuk mempertahankan kekuasaan di tingkat desa. Peraturan baru ini, yang memperbolehkan kepala desa untuk menjabat hingga 16 tahun (8 tahun per masa jabatan), dapat meningkatkan kekuasaan kepala desa yang ada, sehingga mengurangi kemungkinan munculnya pemimpin baru untuk membawa perubahan.
Hal ini berpotensi menciptakan oligarki regional, dimana kekuasaan berakar pada pusat individu. Para pendukung ini berpendapat bahwa perpanjangan jangka waktu akan memungkinkan para pemimpin desa melakukan perubahan untuk menyelesaikan program pembangunan berkelanjutan jangka panjang.
Namun argumen ini sering digunakan untuk membenarkan kepentingan elite yang ingin mempertahankan posisinya dalam struktur kekuasaan desa. Dalam pembahasan reformasi hukum, kepala desa juga mengangkat isu kedaulatan desa.
Perpanjangan masa jabatan diharapkan dapat memperkuat otonomi desa dan kemandirian pengambilan keputusan. Namun, jika kontrol elit tetap kuat, kedaulatan ini mungkin hanya sekedar ilusi. Dominasi kepentingan elite dalam pengambilan keputusan terkait legislasi perpanjangan masa jabatan kepala desa berdampak pada adanya paksaan dari bawah, dukungan politik dari partai politik tertentu, dan perdebatan mengenai stabilitas pembangunan yang seringkali mengabaikan suara warga proses legislatif yang diperlukan. komunitas yang lebih besar. Perubahan-perubahan ini dapat meningkatkan kekuatan elit lokal dan menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru yang mampu membawa inovasi dan perubahan positif di tingkat desa.
(Islahuddin)
Post a Comment