Mengenal salah satu toko ulama kharismatik suku semende
Ayik Rambutan, demikian masyarakat menyebut nama sungai ini. Udara yang sejuk di siang hari atau udara dingin menusuk tulang ketika senja dan malam hari. Kesan dan aroma mistik pun kental terasa tatkala penulis dan rombongan menyempatkan diri berziarah ke lokasi ini pada Tanggal 23 Juli 2003 silam.(Kisah perjalanan ini lengkap termuat di Majalah MISTERI edisi 350 Hal.22-23 dengan judul: “Ziarah Mistis di Makam Puyang Rambutan”).
Lalu Siapa Sebenarnya Puyang Pidaran?
Puyang Pidaran adalah nama asli dari “ Toean Lebih Penghoeloe” (Puyang Lebih Penghulu) alias Puyang Penghulu Lebih, Pemimpin pemerintahan “Djagad Besemah Libagh – Semende Panjang" atau dalam istilah Jeme Besemah – Semende sebagai “Mubungan Djagad”. Puyang Pidaran merupakan Mubungan Djagad ke – 7 pada pemerintahan “Djagad Besemah Libagh – Semende Panjang". Berdasarkan silsilahnya, Beliau bernasabkan (Keturunan) ke-7 dari Syech Baharuddin Nur Qodim (Puyang Awak), seorang Wali dan Mubungan Djagad Pertama Besemah Libagh_Semende Panjang dan pendiri Adat Semende.(Fekri Juliansyah:Catatan Sejarah Tanah Semende:2005)
Menengok sejarah perjuangan di Tanah Besemah yaitu pada masa Besemah Mardike (Besemah Merdeka, lepas dari Kesultanan Palembang Darussalam) yakni pada tahun 1821 di Perdipe (sekarang bernama Prahu Dipo), salah satu desa/dusun tertua di Kota Pagaralam berkuasalah seorang pemimpin dan ulama kharismatik yang dikenal dengan nama "Toean lebih Penghoeloe" (Puyang Lebih Penghulu/Penghulu Lebih). Di beberapa tulisan ada yang menyebutnya “Tuanku Imam Perdipe” karena pusat pemerintahannya berada di Perdipe.
Puyang Pidaran alias Toean Lebih Penghulu memimpin pertempuran melawan Kolonial Belanda pada pertengahan Abad ke-19 Masehi atau pada tahun 1849 . Pada akhir Perang Besemah (Sindang Rubuh), Puyang Pidaran menyingkir ke Semende Mekakau (Pulau Beringin) hingga akhirnya diyakini wafat pada tahun 1850 dan dikebumikan di desa Muara Sindang, tepat di tepi Ayik (Sungai) Rambutan.
Berdasarkan penuturan para sesepuh Jurai tue) di antaranya Wanda Subuh Helmi (60), juru kunci makam Puyang Pidaran yang tinggal di desa Pematang Danau, cerita yang berkembang di masyarakat serta hasil wawancara dengan salah seorang keturunannya, TSH.Koernawi Yacob Oemar, Beliau gugur ketika berjuang melawan Belanda dalam persembunyiannya di Ayik Rambutan. Kepala Beliau dipancung Belanda dan dikelilingkan di desa-desa sekitar agar rakyat (baca: Jeme Besemah – Semende ) menghentikan pertempurannya melawan Belanda karena Imam perangnya telah terbunuh. Di desa Ujan Mas, kepala tersebut dirampas oleh Raje Mengkute dkk lalu disembuyikan di hulu Sungai Nasal, Bintuhan, Bengkulu Selatan. Potongan badan beliau beserta istri keduanya, Puyang Remuli di makamkan di desa Pagar Agung, daerah asal Puyang Remuli. Sedangkan istri pertamanya Puyang Nerayu binti Raje Nanggung Baye, wafat saat pembumihangusan Perdipe oleh Belanda.
Dalam versi lain, khususnya dalam mitologi budaya suku Semende, Puyang Pidaran diyakini sirna (mokswa) atau dalam bahasa daerah setempat dinyatakan "silam" saat menghindar dari kepungan Belanda. Dikisahkan, Puyang Pidaran tengah "mencukur" rambutnya yang panjang di Ayik Rambutan dan menghilang tatkala Belanda menembaknya. Inilah yang menambah cerita mistis tentang sosok ulama itu yang diyakini memiliki "karomah" dan kesaktian.
Karena makamnya di pinggiran Ayik Rambutan tersebut banyak dikunjungi para peziarah, maka Beliau lebih dikenal dengan nama “Puyang Rambutan”. Bahkan ada peziarah dan masyarakat yang menuliskannya dengan “Puyang Pidaran Sakti” tetapi hal tersebut sempat dibantah TSH. Koernawi Yacob Oemar, “Tidak ada kata Sakti di belakang namanya!”, tegasnya kepada penulis di dusun Perdipe (Prahu Dipo) tahun 2005 silam. Berdasarkan pengakuan “Wak Bujang”, sapaan akrab penulis kepada Penasehat Laskar Adat Semende ini, jasad Puyang Pidaran dan istri keduanya, Puyang Remuli (di desa Pagar Agung) telah dipindahkan di komplek pemakaman Keramat Dusun Perdipe beberapa tahun lalu. Namun, hal tersebut tak membuat para peziarah mengurungkan niatnya ke Ayik Rambutan. Bagi mereka, Ayik Rambutan tetap menyimpan karomah dan cerita mistis tentang sang ulama, Puyang Pidaran alias Puyang Rambutan.Wallahu ‘alam.
Penulis adalah Pendiri Laskar Adat Semende, Pemerhati Sejarah dan Budaya Besemah Libagh-Semende Panjang, Kontributor Majalah MISTERI, domisili di Banda Aceh_NAD.
Post a Comment