Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU) meminta Berikan Tunjangan Hari Raya (THR) dan Perlindungan Bagi Pengemudi Ojol

***
Melalui Kementerian Perhubungan, negara mengatur keberadaan bisnis transportasi berbasis daring dengan menetapkan tarif layanan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pengendara motor. Sayangnya aturan-aturan yang ada sama sekali tidak menjamin atau memberikan dampak terhadap kesejahteraan para pengemudi seperti jaminan pendapatan, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan dan jaminan kematian.
Sebaliknya, situasi yang dihadapi oleh jutaan pengemudi ojol di Indonesia terus memburuk. Setiap hari para pengemudi ojol berhadapan dengan situasi jam kerja panjang tanpa kepastian upah, risiko keselamatan di jalan yang tak dijamin, sanksi-sanksi sepihak dari perusahaan aplikasi serta pemburukan kondisi kerja yang disebabkan oleh skema-skema program yang tidak manusiawi dari perusahaan aplikasi. Di tengah pemburukan kondisi kerja dan pemiskinan para pengemudi Ojol tersebut, kita sama-sama menyaksikan kesuksesan bisnis perusahan perusahaan aplikasi.
Hanya butuh tujuh tahun, investasi pada industri ride hiling ini menampakkan hasil. Sederet platform jasa Ojol tercatat telah mencetak keuntungan berlipat. Salah satu contoh, GOTO (Gojek-Tokopedia) milik Nadiem Makarim, pada 2022 menjadi perusahaan rintisan Indonesia pertama dengan nilai valuasi saham 11 Milliar USD, lalu Grab Milik pengusaha Malaysia Antony Tan, menyusul menjadi perusahaan di Asia Tenggara dengan nilai valuasi saham 10 Miliar USD.
Pemburukan kondisi kerja dan pemiskinan yang dialami para pengemudi ojol mengantarkan organisasi Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU) untuk mempertanyakan status kemitraan dan fleksibilitas yang ditawarkan dan dipromosikan oleh perusahaan aplikasi. Pencitraan perusahaan platform sebagai pekerjaan dengan waktu kerja fleksibel, kenyataannya dengan tidak ada jaminan pendapatan dan penerapan pemberian sanksi sepihak, pengemudi ojol justru dipaksa untuk terus bekerja tanpa henti. “Kami menyadari biang kerok dari permasalahan yang kami alami selama menjadi ojol adalah karena kami dipaksa mengakui bahwa kami mitra,” ujar Kordinator, Sekretaris Umum SERDADU.
Istilah mitra yang disematkan oleh perusahaan aplikasi kepada pengemudi ojol adalah upaya untuk menghindari hak-hak ketenagakerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan aplikasi. Tak hanya itu, alih-alih mendorong penciptaan lapangan kerja, negara pun abai dengan perlindungan hak-hak pekerja. “Tentu saja, para pejabat negara mengetahui keadaan buruk yang dialami para pengemudi Ojol, tapi mereka sengaja mengabaikannya demi serapan tenaga kerja,” terang Dodi Munir, selaku Ketua SERDADU.
Pembiaran negara terhadap kesewenang-wenangan perusahaan aplikasi dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemilik perusahaan untuk mengeruk untung dari keringat pengemudi Ojol. “Sistem sanksi seperti suspend dan pemutusan mitra yang dibuat sepihak oleh perusahaan aplikasi jelas-jelas mengabaikan hak berunding bagi organisasi pengemudi ojol,” ucap Baron salah satu pengurus SERDADU.
Tidak adanya peran negara dalam pengawasan terhadap perusahaan aplikasi juga berdampak pada pemiskinan ojol. Alih-alih mengatur tarif melalui peraturan menteri perhubungan, negara membiarkan perusahaan aplikator memanfaatkan big data dan teknologi algoritma untuk membuat program-program yang merugikan para pengemudi Ojol. “Program aplikator seperti Argo Goceng (Aceng) dari Gojek, Slot di Grab, Shopee Hub di Shopee food adalah bentuk konkrit karena tidak adanya pengawasan negara, sehingga kami menjadi tumbal dari persaingan tarif antar aplikator,” tambah Baron.
Kondisi kerja di jalanan yang beresiko terhadap keselamatan pengemudi ojol juga menjadi catatan penting yang harus disikapi oleh negara. Setidaknya, setiap hari diperkirakan minimal dua orang pengemudi Ojol meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Di tengah potensi kecelakaan kerja yang tinggi, para pengemudi Ojol dipersulit dengan klaim asuransi. Alih-alih telah menyediakan asuransi kecelakaan, perusahaan aplikator memiliki sederet syarat dan ketentuan yang tak masuk akal bagi ojol yang mengalami kecelakaan. “Ini bukan soal pengendara yang ugal-ugalan dan tidak memperhatikan keselamatan di jalan, tapi ini soal tanggung jawab perusahaan aplikasi dan kewajiban negara dalam menyediakan sistem transportasi umum yang aman” ucap Ida Farida, pengemudi Ojol perempuan Serang yang juga sebagai pengurus SERDADU.
Sekali lagi urusan transportasi publik adalah urusan negara, jika negara menyerahkan urusan transportasi tersebut kepada perusahaan swasta sebagaimana Gojek, Grab dan lainnya, negara harus melindungi hak-hak para pengemudi ojol dengan mengakuinya sebagai pekerja dengan tujuan untuk mensejahterakan pengemudi ojol. Sebab, karena pengemudi ojol lah perusahaan aplikasi meraup keuntungan besar dan ojol juga berkontribusi terhadap penyediaan layanan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Oleh karenanya Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU) menyatakan:
1. Mendesak Kementerian Tenaga Kerja untuk mengatur hak-hak pekerja bagi Ojol sebagaimana konvensi internasional tentang perburuhan.
2. Mendesak Kementerian Tenaga Kerja untuk mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang mewajibkan perusahaan aplikasi membayarkan Tunjangan Hari Raya kepada pengemudi Ojol.
3. Mendesak negara untuk mengawasi dan mengevaluasi program-program aplikator seperti Aceng, Slot dll yang merugikan ojol.
4. Mendesak perusahaan aplikasi untuk menghapuskan sistem sanksi sepihak dan tidak adil.
5. Mendesak perusahaan aplikasi dan negara untuk memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Kematian bagi Ojol secara gratis.
6. Berikan perlindungan terhadap ojol perempuan.
Serang, 17 Februari 2025
Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU)
Narahubung:
1. Dodi Munir (085710540179)
2. Kodriana (081318777226)
3. Ida Farida (081945975654)
Red.
Post a Comment